Tubaba (Humas) — , Purnama Sasih Keenam yang bertepatan dengan upacara Piodalan Pura Dharma Agung di Kelurahan Daya Murni Kecamatan Tumijajar, pada Senin, 30 November 2020. Piodalan Pura Dihadiri Oleh Penyuluh Agama Hindu Kabupaten Tulang Bawang Barat Eko Sriwulan, S.Ag dan Sunarno, Romo Mangku Suji serta Umat Hindu Penyungsung Pura Dharma Agung dari Kelurahan Daya Murni dan Tiuh Gunung Menanti. Dalam pemaparannya Wulan menjelaskan Upacara Piodalan Pura Dharma Agung ini merupakan upacara pemujaan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dengan segala manifestasinya lewat sarana pemerajan, pura, kahyangan. Upacara Piodalan termasuk dalam upacara Dewa Yadnya, Dewa Yadnya bermakna upacara korban /persembahan suci yang tulus ikhlas sebagai rasa bakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dan seluruh manifestasi- Nya.
Wulan menjelaskan kata piodalan berasal dan kata wedal yang artinya ke luar, turun atau dilinggakannya dalam hal ini Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya menurut hari yang telah ditetapkan untuk pemerajan, pura, kahyangan yang bersangkutan. Upacara Piodalan bisa juga bermakna Piodalan bisa juga di sebut pertitayan, petoyan dan puja wali hari lahir atau kelahiran sebuah pura, sesuai dengan sastra bahwa Pura dianggap lahir pada saat “Ngenteg Linggih”yang dalam bahasa sansekerta disebut sebagai “Khumbha Abhisekam ”. lebih lanjut wulan mengatakan menurut tinjauan Dharma susilanya, manusia menyembah dan berbhakti kepada Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa disebabkan oleh sifat-sifat parama (mulia) yang dimilikinya.
Wulan menyebutkan rasa bhakti dan sujud pada tuhan timbul dalam hati manusia oleh karena sanghyang widhi maha ada, maka kuasa, maha pengasih yang melimpahkan kasih dan kebijaksanaan kepada umatnya. Kita Sebagai umat yang beragama yang bernaung dibawah perlindungannya sangat berutang budi lahir bhatin kepada beliau. Dan utang budhi tersebut tak akan terbalas oleh apapun. Karena hal tersebut diatas, maka satu-satunya dharma/susila yang dapat kita sajikan kepada beliau hanyalah dengan jalan menghaturkan parama suksmaning idep atau rasa terima kasih kita yang setinggi-tingginya kepada Sang Hyang Widhi. implementasi rasa syukur kita kepada tuhan adalah dengan jalan : pertama dengan khidmat dan sujud bhakti menghaturkan yadnya dan persembahyangan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berziarah atau berkunjung ketempat-tempat suci atau tirta yatra untuk memohon kesucian lahir dan batin, mempelajari dengan sungguh-sungguh ajaran-ajaran mengenai ketuhanan, mengamalkan serta menuruti dengan teliti segala ajaran-ajaran kerohanian atau pendidikan mental spiritual.
Seperti yang tertuang dalam Bhagawadgita dikatakan bahwa “Satatam kirtayatom mam Yatantas ca drsha vrtatah Namasyantas ca mam bhatyaNi tyayuktah upsate”(IX.14), artinya berbuatlah selalu hanya untuk memuji-Ku dan lakukanlah tugas pengabdian itu dengan tiada putus-putusnya. Engkau yang memujaku dengan tiada henti-hentinya itu serta dengan kebaktian yang kekal adalah dekat dengan-Ku.
Disamping itu rasa bhakti kepada ida sanghyang widhi wasa itu timbul dalam hati manusia berupa sembah, puji-pujian, doa penyerahan diri, rasa rendah hati dan rasa berkorban untuk kebajikan. Kita sebagai umat manusia yang beragama dan bersusila harus menjunjung dan memenuhi kewajiban, antara lain cinta kepada kebenaran, kejujuran, keikhlasan, dan keadilan. Dengan demikian jelaslah begaimana hubungan antara sanghyang widi dengan manusia. Hubungan ini harus dipupuk dan ditingkatkan terus kearah yang lebih tinggi dan lebih suci lahir bhatin. Sesuai dengan swadharmaning umat yang religius, yakni untuk dapat mencapai moksartam jagad hita ya ca itri dharma, yakni kebahagiaan hidup duniawi dan kesempurnaan kebahagioan rohani yang langgeng (moksa) yang akan diraih umat Hindu di Kabupaten Tulang Bawang Barat Khususnya di Kelurahan Daya Murni ini. (kemenagtbb/esw)